Aturan PAW (Pergantian Antar Waktu) Anggota DPRD & Penjelasannya
Paw anggota DPRD adalah singkatan dari Pergantian Antar Waktu, yaitu proses penggantian seorang anggota DPRD yang tidak dapat lagi melanjutkan tugasnya sebelum masa jabatan selesai. Proses ini diatur dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku untuk memastikan keberlanjutan fungsi lembaga legislatif daerah. Berikut penjelasannya:
Dasar Hukum
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD.
- Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pergantian Antar Waktu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Alasan Dilakukannya PAW
Seorang anggota DPRD dapat diganti melalui PAW apabila memenuhi salah satu kondisi berikut:
- Meninggal dunia.
- Mengundurkan diri (baik atas kemauan sendiri atau alasan tertentu, seperti mencalonkan diri di jabatan lain).
- Diberhentikan karena pelanggaran atau alasan tertentu, seperti:
- Tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota DPRD.
- Melanggar sumpah/janji jabatan.
- Melanggar kode etik atau tata tertib DPRD.
- Terbukti melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara.
- Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD (misalnya, pindah partai politik).
Prosedur PAW
-
Pengajuan Usulan PAW:
- Partai politik tempat anggota berasal mengusulkan PAW ke pimpinan DPRD.
- Surat pengunduran diri atau dokumen pendukung (seperti akta kematian atau putusan pengadilan) dilampirkan.
-
Proses Verifikasi:
- DPRD melakukan verifikasi atas dokumen yang diajukan.
- Jika dinyatakan sah, pimpinan DPRD meneruskan usulan kepada gubernur atau bupati/wali kota melalui kepala daerah.
-
Penetapan Surat Keputusan (SK):
- Kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota) menerbitkan SK pemberhentian anggota lama dan pengangkatan anggota pengganti.
-
Pelantikan:
- Anggota DPRD yang baru dilantik dalam rapat paripurna DPRD dan mengucapkan sumpah/janji jabatan.
Hak dan Kewajiban Anggota PAW
Anggota DPRD yang diangkat melalui mekanisme PAW memiliki hak, kewajiban, dan wewenang yang sama dengan anggota lainnya. Masa jabatan mereka hanya berlangsung hingga sisa periode jabatan DPRD berjalan.
Kendala yang Sering Terjadi
- Proses administrasi yang lambat.
- Sengketa di internal partai politik.
- Penolakan oleh pihak yang diberhentikan.
Pengganti anggota DPRD dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) harus berasal dari daerah pemilihan (dapil) yang sama dengan anggota yang digantikan. Hal ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait proses PAW, terutama untuk memastikan representasi politik di dapil tersebut tetap terjaga.
Dasar Aturan Mengenai Pengganti PAW
- UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
- PKPU Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pergantian Antar Waktu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
- Penggantian dalam dapil yang sama dilakukan dengan melihat perolehan suara dari hasil Pemilu sebelumnya.
- Pengganti diambil dari calon legislatif (caleg) dari partai politik yang sama, yang memiliki peringkat suara terbanyak berikutnya di dapil tersebut, setelah caleg yang digantikan.
Contoh:
- Jika anggota DPRD dari Dapil A dengan partai X mengundurkan diri, maka penggantinya harus dari partai X yang berada di Dapil A.
- Urutan suara hasil Pemilu digunakan untuk menentukan siapa caleg berikutnya yang berhak menggantikan.
Kenapa Tidak Bisa dari Dapil Berbeda?
- Representasi dapil: Anggota DPRD dipilih oleh masyarakat di dapil tertentu untuk mewakili aspirasi mereka. Mengambil pengganti dari dapil lain akan melanggar prinsip keterwakilan tersebut.
- Kepastian hukum: Aturan yang berlaku secara tegas mensyaratkan PAW dilakukan dalam kerangka dapil yang sama.
Jika di dapil tersebut tidak ada caleg lain dari partai yang sama (misalnya, hanya ada satu caleg dan ia sudah terpilih), maka partai tersebut tidak dapat mengusulkan pengganti dari dapil lain, dan kursi tersebut akan tetap kosong hingga Pemilu berikutnya.
Jika suatu partai politik memiliki mekanisme internal yang membolehkan pengganti anggota DPRD dari dapil lain, maka kebijakan tersebut tidak dapat diberlakukan, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pergantian Antar Waktu (PAW) harus mengikuti aturan hukum yang berlaku, dan pengganti wajib berasal dari dapil yang sama.
Mengapa Tidak Diperbolehkan
-
Aturan Hukum yang Mengikat
- PAW diatur dalam UU Pemilu (UU No. 7 Tahun 2017), UU Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014), dan aturan teknis seperti PKPU No. 6 Tahun 2017.
- Aturan-aturan ini jelas menyatakan bahwa pengganti anggota DPRD harus dari partai yang sama dan berasal dari dapil yang sama, berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya di dapil tersebut.
-
Prinsip Keterwakilan
- Setiap dapil memiliki jumlah kursi yang telah ditentukan untuk mewakili masyarakat di wilayah tersebut. Jika pengganti berasal dari dapil lain, maka representasi masyarakat di dapil tersebut tidak akan terpenuhi, melanggar prinsip keterwakilan.
-
Keutamaan Hukum Negara
- Mekanisme internal partai tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jika partai menerapkan aturan yang membolehkan pengganti dari dapil lain, maka kebijakan tersebut melanggar hukum dan dapat dianggap tidak sah.
Konsekuensi Hukum
- Jika partai memaksakan pengganti dari dapil lain:
- Usulan PAW tersebut akan ditolak oleh pimpinan DPRD atau tidak diproses oleh pemerintah daerah, karena tidak sesuai dengan regulasi.
- Hal ini dapat menimbulkan sengketa hukum atau konflik internal partai.
Solusi Jika Tidak Ada Pengganti di Dapil Tersebut
- Jika di dapil tersebut tidak ada caleg dengan perolehan suara berikutnya (misalnya, hanya ada satu caleg dari partai tersebut), maka:
- Kursi tersebut akan tetap kosong hingga Pemilu berikutnya.
- Tidak ada mekanisme untuk mengambil pengganti dari dapil lain, karena itu akan melanggar prinsip keterwakilan dapil.
ย Partai tidak boleh mengganti anggota DPRD dengan caleg dari dapil lain, meskipun ada mekanisme internal yang membolehkan. Hal ini melanggar aturan hukum dan dapat membatalkan proses PAW.
Jika sebuah partai politik tetap melaksanakan mekanisme PAW dengan mengganti anggota DPRD dari dapil lain, meskipun aturan yang berlaku menentangnya, hal tersebut dapat digugat secara hukum. Berikut adalah beberapa kemungkinan tindakan hukum yang bisa diambil:
1. Gugatan Administratif ke KPU atau DPRD
- Masyarakat atau pihak terkait (misalnya, anggota DPRD lainnya atau lembaga pengawas) bisa mengajukan gugatan administratif kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau DPRD.
- KPU atau DPRD memiliki kewenangan untuk menilai apakah mekanisme PAW yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika ditemukan pelanggaran, mereka bisa membatalkan pengangkatan anggota yang tidak sesuai.
2. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
- Pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan ke PTUN jika proses PAW tersebut tidak sesuai dengan hukum. Misalnya, jika keputusan PAW yang diambil oleh partai politik atau DPRD melanggar ketentuan hukum yang sudah ditetapkan.
3. Tindak Lanjut oleh Pemerintah Daerah
- Jika terjadi pelanggaran terhadap aturan PAW, pihak berwenang seperti gubernur atau bupati/wali kota yang menerbitkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian dan pengangkatan anggota PAW bisa membatalkan atau menangguhkan keputusan tersebut.
4. Sanksi Partai Politik
- Jika mekanisme internal partai melanggar ketentuan hukum, partai tersebut juga bisa menghadapi sanksi administratif atau bahkan permasalahan hukum jika terbukti tidak mematuhi regulasi yang berlaku.
- Dalam kasus yang lebih ekstrem, jika ini merupakan bagian dari upaya untuk manipulasi suara atau menyalahgunakan kekuasaan, partai tersebut bisa dikenakan sanksi pidana berdasarkan pelanggaran hukum.
Jika partai politik tetap mengganti anggota DPRD dengan calon dari dapil lain meskipun melanggar aturan, mereka dapat digugat dan keputusan tersebut bisa dibatalkan atau dikenakan sanksi. Penggugat bisa berupa individu, lembaga, atau pihak yang merasa dirugikan, dan proses hukum yang ditempuh bisa melalui jalur administratif atau peradilan tata usaha negara.
Saat ini lagi viral Sekjen PDIP ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tersangka Harun Masiku, yang sampai saat ini masih menjadi buronan KPK dalam kasus suap PAW DPR RI, semoga ini tidak terjadi di NTT, Semoga. (AL/ID)