Dampak Pengurangan Anggaran Negara bagi Desa dan Solusi yang Dapat Dilakukan
Upaya pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengefisienkan anggaran yangt tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Selanjutnya kebijakan itu ditegaskan melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dilakukan terhadap belanja operasional dan non-operasional di seluruh Kementerian/Lembaga. Dalam Tahun Anggaran 2025.
Alokasi dana Transfer Daerah (TKD) untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2025 mencapai Rp 34,85 triliun. Angka ini turun dari tahun 2024 yang mencapai Rp 37,98 triliun. Anggaran tersebut mencakup alokasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan dana TKD tahun anggaran 2025 di Provinsi NTT.
Anggaran tersebut terdiri dari alokasi Belanja Pemerintah Pusat yang meliputi belanja pegawai sebesar Rp 3,29 triliun, belanja barang sebesar Rp 3,27 triliun, belanja modal sebesar Rp 2,73 triliun, dan belanja bantuan sosial sebesar Rp 27,5 miliar,”.
Alokasi dana TKD dan dana desa terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 206,84 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 15,84 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik sebesar Rp 1,89 triliun, DAK non-fisik sebesar Rp 4,64 triliun, insentif fiskal sebesar Rp 239,31 miliar, dan dana desa sebesar Rp 2,69 triliun. Sementara itu, evaluasi pelaksanaan APBN tahun 2024 di NTT menunjukkan realisasi belanja negara hingga 30 November 2024 mencapai Rp 33,78 triliun atau 85,55 persen.
Pengurangan anggaran negara sering kali berdampak pada alokasi dana untuk pemerintah daerah, Pemerintah Desa. Mengingat desa menjadi ujung tombak pembangunan dan pelayanan masyarakat, kebijakan ini dapat menimbulkan berbagai tantangan, terutama dalam pelaksanaan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Namun, dengan langkah strategis, desa tetap bisa menjalankan fungsinya meskipun anggaran berkurang.
Dampak Pengurangan Anggaran Negara di Tingkat Desa
- Penundaan atau Pengurangan Program. Pembangunan Berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat, termasuk Dana Desa, dapat menyebabkan penundaan pembangunan infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, irigasi, dan fasilitas umum lainnya.
- Pelayanan Publik Terganggu. Anggaran yang terbatas dapat berdampak pada penyediaan layanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan administrasi desa. Masyarakat mungkin menghadapi pelayanan yang kurang optimal akibat kekurangan sumber daya.
- Pemberdayaan Masyarakat Terhambat. Program-program pemberdayaan masyarakat, seperti pelatihan keterampilan, dukungan bagi UMKM, atau bantuan sosial, bisa terhenti atau berkurang intensitasnya karena keterbatasan anggaran.
- Ketergantungan pada Dana Pusat Meningkat. Dengan adanya pengurangan anggaran, desa yang terlalu bergantung pada dana transfer dari pusat akan kesulitan mempertahankan keberlanjutan program, terutama jika tidak memiliki sumber pendapatan lain.
- Ketimpangan Pembangunan. Antarwilayah Desa-desa yang sudah tertinggal akan semakin terhambat perkembangannya karena pengurangan anggaran ini. Hal ini dapat memperparah kesenjangan pembangunan antara desa maju dan desa tertinggal.
Solusi untuk Menghadapi Pengurangan Anggaran
- Optimalisasi Pendapatan Asli Desa (PADes). Desa perlu menggali potensi lokal, seperti sektor pariwisata, pertanian, kerajinan, atau sumber daya alam, untuk meningkatkan pendapatan asli desa. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat diberdayakan sebagai motor penggerak ekonomi desa untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
- Penyusunan Skala. Prioritas Pemdes harus menetapkan program-program yang menjadi prioritas utama sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proyek yang kurang mendesak dapat ditunda hingga kondisi keuangan membaik. Fokus pada program yang memberikan dampak besar dengan biaya yang efisien, seperti pembangunan berbasis gotong royong atau swadaya masyarakat.
- Efisiensi Anggaran. Pengelolaan anggaran desa harus dilakukan dengan transparan dan efisien, mengurangi pengeluaran yang tidak penting, serta memastikan setiap rupiah digunakan secara tepat sasaran. Mencari alternatif pelaksanaan program, seperti kerja sama dengan swasta atau hibah dari pihak lain, untuk mengurangi beban biaya.
- Memanfaatkan Teknologi. Pemdes dapat menggunakan teknologi informasi untuk menghemat biaya operasional, seperti dalam administrasi atau perencanaan pembangunan. Digitalisasi juga dapat membuka peluang baru untuk promosi potensi desa, seperti memasarkan produk lokal secara online.
- Kerja Sama dan Kemitraan. Pemdes dapat menggandeng pihak swasta, lembaga sosial, atau organisasi non-pemerintah untuk mendukung program pembangunan desa. Program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan di sekitar desa dapat dimanfaatkan untuk membiayai proyek tertentu.
- Peningkatan Partisipasi Masyarakat. Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan melalui gotong royong dapat membantu menghemat biaya sekaligus meningkatkan rasa memiliki terhadap hasil pembangunan. Pendidikan masyarakat tentang pengelolaan sumber daya desa dapat meningkatkan kemandirian desa.
- Pengawasan dan Transparansi. Pengelolaan anggaran harus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk menghindari pemborosan dan penyimpangan. Melibatkan masyarakat dalam pengawasan penggunaan dana desa dapat meningkatkan kepercayaan dan memastikan penggunaan dana yang efektif.
Pengurangan anggaran negara memang membawa tantangan besar bagi desa, terutama dalam menjalankan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, dengan strategi yang tepat, seperti optimalisasi potensi lokal, efisiensi anggaran, dan peningkatan partisipasi masyarakat, desa dapat tetap bertahan dan berkembang.
Pengurangan anggaran juga menjadi momentum bagi desa untuk lebih mandiri dan inovatif dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Dengan kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat, dan pihak terkait lainnya, dampak dari pengurangan anggaran dapat diminimalkan sehingga pembangunan desa tetap berlanjut. (AL/ID)