Ululoga Tak Diam: Desa Wisata Menggugat Proyek Geotermal Pajoreja

Oleh: Irminus Deni
Aktivis Forum Peduli Lingkungan Hidup Kevikepan Mbay
Di lereng Gunung Ebulobo yang megah, tersembunyi sebuah permata kecil yang belum banyak diketahui dunia luar, Desa Ululoga, tepatnya Kampung Pajoreja, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Sebuah desa yang menyimpan harmoni antara alam, tradisi, dan keberanian masyarakatnya membangun peradaban berbasis keramahtamahan. Desa ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga menggugah secara spiritual. Setiap rumah menyediakan kamar standar hotel, setiap jendela menyuguhkan lanskap laut lepas dan deretan kebun pala yang menguning menjelang panen.
Namun kini, tempat ini terancam oleh sebuah proyek yang disebut sebagai “masa depan energi”: eksplorasi dan eksploitasi panas bumi (geotermal). Ironisnya, proyek tersebut justru menyasar kampung yang telah ditetapkan secara resmi sebagai Desa Wisata Rintisan oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo, dan diapresiasi langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) pada 2023. Ini bukan sekadar kontradiksi administratif, tetapi potensi kehancuran ekosistem, ekonomi rakyat, dan keberlangsungan hidup ribuan orang yang bergantung pada tanah Ululoga.
Dari Desa Tertinggal ke Destinasi Nasional
Tak sampai lima tahun lalu, nama Ululoga belum dikenal di peta pariwisata NTT. Tetapi berkat tekad warga dan dukungan pemerintah kabupaten, desa ini tumbuh cepat sebagai ikon desa wisata berbasis masyarakat. Sejak 2019, warga mulai menyulap rumah mereka menjadi homestay. Setiap rumah menyiapkan satu kamar standar hotel, lengkap dengan fasilitas sanitasi dan layanan wisata.
Pada 2021, Ululoga resmi ditetapkan sebagai Desa Wisata melalui Surat Keputusan Bupati Nagekeo. Kemudian, pada 2023, Menteri Sandiaga Uno mengakui langsung potensi besar desa ini. Ia menyebut Ululoga sebagai salah satu contoh terbaik dari pariwisata berkelanjutan dan berbasis masyarakat di Indonesia timur. Kini, Ululoga tercatat memiliki 22 homestay, 41 kamar, dan hampir 50 tempat tidur.
Namun lebih dari itu, Ululoga adalah rumah bagi budaya dan hasil bumi. Dari sini lahir produk unggulan, sirup pala, selai pala, kopi lokal, vanili, hingga anyaman dan tenun. Semua berasal dari kebun sendiri. Pengunjung datang bukan hanya untuk menikmati panorama, tetapi menyatu dalam kehidupan masyarakat yang hangat dan menghormati alam.
Ketika Proyek Datang Membawa Bor
Di tengah pujian itu, muncul rencana besar yang mengkhawatirkan, pembangunan proyek panas bumi (geotermal) Pajoreja. Proyek yang konon akan menghasilkan listrik dari perut bumi ini justru hendak mengambil tempat di wilayah yang sangat sensitif secara ekologis, sosial, dan spiritual.
Wilayah pengeboran direncanakan tak jauh dari pemukiman, jalur trekking wisata, serta ladang-ladang produktif masyarakat. Banyak warga yang mengaku tidak pernah diajak bicara secara terbuka. Sosialisasipun tidak pernah dilakukan, partisipasi nyaris nol, dan dokumen dampak lingkungan pun belum diketahui publik secara utuh.
Lebih dari itu, masyarakat khawatir sumber air bersih akan terganggu. Sebab air dari Ululoga bukan hanya untuk warga kampung, tetapi juga untuk masyarakat dataran pantai di Kecamatan Mauponggo, yang hidupnya sangat bergantung pada aliran air dari pegunungan Ebulobo.
Warga pesisir seperti di Kampung Wolosambi, Maupunggo, hingga Maukeli bagian bawah, telah menyatakan penolakan. Mereka menyadari bahwa jika Ululoga dirusak, maka sumber air mereka akan terganggu. Jika proyek ini jalan, maka bukan hanya desa di atas bukit yang terancam, tapi seluruh jaringan kehidupan dari hulu ke hilir.
Bukan Anti-Energi, Tapi Pro-Kehidupan
Kami menegaskan bahwa perjuangan ini bukanlah penolakan terhadap energi terbarukan. Kami bukan anti kemajuan. Tapi kami menolak pembangunan yang mengorbankan kehidupan. Kami menolak proses pembangunan yang tertutup, tidak adil, dan merampas hak masyarakat lokal untuk hidup tenang dan berkelanjutan.
Masyarakat Ululoga telah membuktikan bahwa mereka mampu membangun sendiri. Tanpa investor besar. Tanpa industri ekstraktif. Mereka membangun ekonomi dari kekayaan hayati yang lestari. Mereka membuktikan bahwa pariwisata dan pertanian bisa tumbuh bersama, tanpa merusak.
Jika proyek ini dilanjutkan, maka warisan itu akan hancur. Kawasan yang kini tenang akan berubah menjadi zona industri. Ladang pala dan kopi akan terganggu. Wisatawan akan berhenti datang. Sumber air akan tercemar atau mengering. Dan ketika itu terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?
Ancaman Nyata dan Ironi Pembangunan
Proyek geotermal memang sering disebut “bersih.” Tapi jangan tertipu jargon. Proyek semacam ini tetap membutuhkan pembukaan lahan besar, membangun jalan khusus, jaringan pipa panas, dan menara. Dalam prosesnya, akan terjadi deforestasi, gangguan ekosistem, bahkan peningkatan risiko longsor dan pencemaran air tanah.
Bagaimana bisa sebuah desa yang dijadikan kebanggaan nasional, ditetapkan sebagai desa wisata oleh Menteri Pariwisata, dalam waktu yang sama dijadikan titik eksploitasi geotermal?
Bukankah ini bukti nyata dari kegagalan koordinasi antar kementerian? Atau memang rakyat kecil hanya jadi objek dari skenario pembangunan yang dibuat dari atas meja?
Hentikan Proyek, Dengarkan Suara Rakyat
Kami menyerukan kepada semua pihak, hentikan proyek geotermal di Ululoga. Kami menyerukan kepada Pemerintah Kabupaten Nagekeo untuk membatalkan izin lokasi dan mengevaluasi semua proses perizinan yang telah berjalan tanpa partisipasi masyarakat. Kami juga menyerukan kepada seluruh Anggota dan Lembaga DPRD Kabupaten Nagekeo, untuk memanggil pemerintah daerah Kabupaten Nagekeo agar dapat menjelaskan se jelas-jelasnya tentang keberadaan proyek Geoterma di desa ululoga dan proyek Geotermal yang ada di Kabupaten Nagekeo.
Kami menyerukan kepada Gubernur NTT untuk meninjau ulang proyek panas bumi yang tidak sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Kami menyerukan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk bersuara, apakah desa wisata layak dihancurkan demi proyek lain yang tak memberi manfaat langsung bagi rakyatnya? Dan kami menyerukan kepada masyarakat Nagekeo, khususnya anak muda, pelajar, mahasiswa, dan orang tua, untuk bersuara bersama kami, lindungi Ululoga, sebelum segalanya terlambat.
Ululoga Adalah Warisan, Bukan Zona Industri
Ululoga adalah harapan. Tempat belajar bahwa kehidupan bisa dijalani tanpa merusak. Tempat belajar bahwa membangun tidak harus berarti menggali dan mengambil. Tempat yang mengajarkan bahwa cinta pada alam bisa menjadi fondasi ekonomi yang adil dan manusiawi.
Ululoga adalah warisan, bukan komoditas. Ia adalah ruang hidup, bukan zona eksploitasi. Jika kita diam, maka kita semua bersalah. Jika kita bergerak, maka Ululoga akan tetap hidup, untuk anak-anak kita, untuk pariwisata Nagekeo, dan untuk Indonesia yang lebih adil terhadap desa dan alamnya.
#SelamatkanNagekeo
#SelamatkanUluloga
#TolakGeotermalPajoreja
#PariwisataAdil
#UlulogaBukanZonaBor