“Gong Bersahut, Ombak Menyembah: Langkah Kudus Bunda Maria Dari Daja Ke Romba
Maunori, Nagekeo Atalomba.com– Di tanah yang berhadapan langsung dengan samudra, di mana langit biru bertemu laut luas, di sanalah umat Lingkungan St. Yohanes Pembaptis Romba menerima arca Patung Bunda Maria dari Lingkungan St. Anastasius Daja dalam sebuah prosesi yang tak hanya sakral, tetapi juga menyatu erat dengan alam, budaya, dan iman yang hidup.
Debur ombak memecah pelan di tepi pantai saat langkah-langkah pertama prosesi mengayun. Gong dan gendang saling bersahutan, tak sendiri, mereka berpadu dengan irama gelombang laut, menciptakan harmoni yang tak dirancang manusia, seakan seluruh ciptaan pun ikut bersukacita menyambut Sang Bunda. Di tengah semilir angin dan semburat matahari pagi, dentuman gendang menggema, menjawab suara laut yang mengelus karang dan Batu.
Arca Bunda Maria diusung dengan kain adat dan bunga-bunga segar, dikelilingi umat yang melangkah dalam hening dan doa. Setiap hentakan gong terasa seperti seruan pujian, setiap irama gendang seolah menyampaikan kegembiraan umat yang menerima kunjungan sang Ibu penuh rahmat. Di pinggir pantai Romba, iman tidak hanya diungkap dalam doa, tetapi juga dalam gerakan, bunyi, dan kehadiran alam.
Para penari dari kedua lingkungan menari Tarian Bebi dengan anggun, di tanah terbuka yang menghadap laut. Selendang mereka berkibar tertiup angin laut, seperti sayap doa yang terbang tinggi menuju Surga. Langkah-langkah mereka mengiringi arca suci dengan penuh hormat dan sukacita.
Prosesi ini juga dihiasi dengan sapaan adat dalam bahasa Nagekeo, yang disampaikan oleh perwakilan umat dari masing-masing lingkungan. Kata-kata adat yang sederhana namun dalam maknanya itu, tak hanya menyambut secara budaya, tetapi juga membuka hati seluruh umat agar siap menerima kehadiran rohani Bunda Maria. Bunda Maria, engkau datang bukan hanya ke tanah ini, tetapi ke hati umat Lingkungan St. Yohanes Pembabtis Romba.
Setelah prosesi, seluruh umat berarak masuk ke Lingkungan St. Yohanes Pembaptis Romba, di mana Misa Kudus dipersembahkan oleh Pastor Vikaris Paroki Hati Kudus Yesus Maunori, RD. Karlo Lali Madur. Dalam homilinya, menyampaikan refleksi yang dalam dan penuh semangat Paskah.
“Dalam terang kebangkitan Kristus, kita menyambut kehadiran Bunda Maria di tengah-tengah kita. Dialah Sang Bunda Gereja, bunda kita semua. Ia datang bukan untuk dirinya, tetapi untuk menunjukkan kita kepada Putranya, Yesus Kristus.”
RD. Karlo merujuk pada Sabda Tuhan dari Kisah Para Rasul, yang menceritakan bagaimana Rasul Paulus dan Barnabas menegaskan kepada umat bahwa mereka hanyalah manusia biasa, bukan untuk disembah, sebab hanya Allah-lah yang layak menerima sembah sujud.
“Demikian pula Bunda Maria,” lanjutnya, “Ia tidak pernah menarik perhatian kepada dirinya sendiri. Ia selalu menunjuk kepada Putranya. Lihatlah yang ia katakan dalam pesta di Kana: ‘Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, buatlah itu.’ Bunda Maria adalah teladan sempurna bagi setiap murid Kristus. Ia adalah murid pertama yang mendengarkan dan melakukan kehendak Yesus.”
RD. Karlo menegaskan bahwa kehadiran arca Bunda Maria di tengah umat bukanlah sekadar simbol atau benda seni, melainkan sebuah undangan spiritual.
“Arca ini bukan hanya datang dari Lingkungan St. Anastasius Daja ke Lingkungan Romba. Perarakan ini bukan hanya soal pemindahan tempat, tetapi mencerminkan semangat kita bersama. Sebab Bunda Maria mau menunjukkan kepada kita bahwa dalam keluarga-keluarga kecil kita, dalam KUB, dalam lingkungan kita, kita semua dipanggil untuk meneladan dia, mendengarkan Sabda Tuhan, hidup dalam iman, dan menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah.”
Homili RD. Karlo mengajak umat untuk tidak hanya bersukacita dalam perayaan budaya dan tradisi, tetapi lebih dari itu—untuk membuka hati dan menyalakan kembali api iman di rumah masing-masing.
“Bunda Maria tidak membawa jawaban atas semua persoalan hidup kita, tapi dia membawa kita kepada Yesus, Sumber segala jawaban. Maka, marilah kita menjadikan kehadiran arca ini sebagai titik tolak pembaruan hidup. Bukan hanya untuk dilihat dan dirayakan, tapi untuk diteladani dan dihidupi.”
Dengan suara lembut namun penuh kekuatan rohani, RD. Karlo menutup homilinya dengan doa agar kehadiran arca Bunda Maria membawa damai, pengharapan, dan semangat baru di tengah umat:
“Semoga kita, seperti Maria, setia mendengarkan Tuhan. Semoga keluarga-keluarga kita menjadi Nazaret-Nazaret kecil, tempat Sabda Allah hidup dan tumbuh. Dan semoga perziarahan arca ini tidak hanya mengelilingi lingkungan-lingkungan, tetapi sungguh mengelilingi hati kita—dan tinggal di sana.”
“Suara gong, suara gendang, suara ombak—semua hari ini memuliakan Maria. Tapi suara yang paling ditunggu adalah suara hati kita. Sudahkah hati kita terbuka untuk kasih seperti Maria?”
Ia menegaskan bahwa prosesi ini bukan hanya kegiatan seremonial atau budaya, tetapi sebuah ziarah rohani yang harus menyentuh hati dan mengubah cara hidup.
“Mari kita bawa pulang Bunda Maria ke dalam keluarga kita. Jadikan rumah kita altar doa, dan hidup kita persembahan harian yang sederhana namun tulus. Maria datang bukan hanya untuk dilihat, tetapi untuk dicontoh,” Rd. Karlo menutup homili.
Misa diiringi lagu-lagu pujian dalam bahasa daerah dan kidung Maria yang dilantunkan dengan penuh penghayatan. Wajah-wajah umat tampak berseri, ada senyum yang muncul dalam keheningan. Ada kehadiran ilahi yang nyata, tak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.
Prosesi ini akan berlanjut sesuai jadwal ziarah lingkungan, di mana dari Romba, arca Patung Bunda Maria akan diantar menuju Lingkungan Ua. Di setiap tempat Ia singgah, Bunda Maria diiringi dengan sukacita, ditinggalkan dengan doa, dan selalu diharapkan kembali.
Dan hari ini, senin 19 Mei 2025, di tepi laut Maunori, gong dan gendang, tarian dan ombak, adat dan Misa, semua menyatu dalam satu nyanyian agung:
Bunda Maria, tinggallah bersama kami. Arahkan hati kami kepada Putramu. Kuatkan langkah kami dalam iman. Dan ajari kami, seperti Engkau, untuk berkata: “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu.” (AL/Irminus Deni)