Romba, Di Antara Doa dan Kenangan Kami Dari SMANSA Boawae
Untukmu, Romba… Rumah Cinta Kami,
Ada perjalanan-perjalanan dalam hidup yang tak hanya meninggalkan jejak di telapak kaki…
tetapi mengakar dalam hati, tumbuh dalam kenangan, dan hidup dalam doa. Perjalanan kami ke tanahmu, Romba, Desa Witurombaua adalah salah satunya. Sebuah perjalanan yang telah mengubah kami, jauh lebih dari yang mampu kami bayangkan.
Ketika kami tiba di Romba, di desa kecilmu yang sederhana namun agung, kami membawa harapan, tapi juga kegelisahan… Akankah kami diterima? Akankah kami menemukan tempat di tengahmu?
Namun Romba, Sejak langkah pertama kami menapaki tanahmu, kami tahu, kami telah pulang. Pulang ke pelukan Bapa dan Mama yang tidak melahirkan kami, tetapi mencintai kami dengan kasih yang sama besarnya. Pulang ke dekapan Kakak-kakak Panitia yang menuntun kami seperti saudara dan saudari kami sendiri. Pulang ke tanah yang mungkin asing bagi mata kami, tetapi begitu akrab bagi jiwa kami.
Dalam sembilan hari yang kami lalui bersama… Romba mengajarkan kami pelajaran-pelajaran yang tak terucapkan. Bahwa kekayaan bukan diukur dari besarnya rumah, tetapi dari luasnya hati yang terbuka untuk berbagi.
Bahwa kemenangan bukan hanya soal medali dan piala, tetapi tentang keberanian untuk tetap berdiri, bahkan saat jatuh. Bahwa cinta sejati tidak selalu berbicara dengan kata-kata, tetapi berbisik melalui peluh yang tercurah, pelukan yang menguatkan, dan tatapan mata yang berkata, “Kami ada di sini untukmu.”
Bapa, Mama, Kakak-kakak Panitia, seluruh masyarakat Romba… Setiap sorakan kalian, setiap doamu yang lirih, setiap hidangan sederhana yang kalian suguhkan dengan penuh cinta, adalah bahan bakar bagi semangat kami.
Setiap piala yang kami raih, setiap langkah maju yang kami tempuh, bukanlah sekadar buah dari kerja keras kami. Itu adalah hasil dari kasihmu yang tidak pernah surut. Tanpa kalian, kami bukan siapa-siapa. Tanpa kalian, semangat kami mungkin sudah lama runtuh. Tanpa kalian, kami mungkin tidak pernah mengenal apa arti sejati dari keluarga.
Kini, saat waktu memaksa kami untuk mengucapkan perpisahan, hati kami memberontak, karena meninggalkan Romba… adalah seperti meninggalkan sebagian dari diri kami sendiri. Kami tahu, Romba, bahwa jarak mungkin akan memisahkan raga kita, tetapi tidak pernah—tidak akan pernah—memisahkan cinta ini.
Dalam setiap langkah kami ke depan, dalam setiap perjuangan yang akan datang, nama Romba akan kami bawa, seperti lilin kecil yang menyala abadi di dalam dada kami.
Kami berjanji, untuk tidak hanya mengenangmu dalam tawa, tetapi juga dalam perjuangan kami. Dalam keberhasilan kami. Dalam doa-doa malam kami yang sunyi. Karena cinta yang lahir di tanah ini… adalah cinta yang tak mengenal akhir.
Terima kasih, Romba…
Untuk menjadi rumah saat kami hanya tamu. Untuk menjadi keluarga saat kami hanya pendatang. Untuk menjadi cerita terindah dalam perjalanan kami sebagai anak-anak bangsa. Kami mencintaimu, bukan hanya hari ini, tetapi selamanya. Karena rumah sejati… bukan di mana kita dilahirkan,
tapi di mana hati kita menemukan tempat untuk pulang. Dari kami, anak-anakmu dari SMANSA Boawae. (AL/Irminus Deni)