Profile, Hambah Allah. Mgr. Heinrich Leven, SVD. Uskup Keuskupan Sunda Kecil, dan Pendiri Congregatio Imitationis Jesu (CIJ)
Mgr. Heinrich Leven, SVD (13 Juni 1883 – 31 Januari 1953) adalah Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil yang terpilih pada 25 April 1933 dan mengundurkan diri pada 21 Juni 1950.
Latar belakang
Mgr. Heinrich Leven, SVD lahir di Lank wilayah Sungai Rhein. Ayahnya Wilhelm Leven (1853–1922) merupakan seorang guru di Sekolah Dasar, sementara ibunya Catharina Classen (1857–1900) merupakan ibu rumah tangga. Pada 3 Oktober 1899, Heinrich Leven mulai masuk rumah misi Serikat Sabda Allah di Steyl, Belanda. Ia sempat dikirim pulang karena kesehatannya yang lemah. Dalam mengisi waktu luangnya, ia membantu ayahnya mengajar di sekolah. Setelah sehat, ia kembali ke Steyl untuk menempuh pendidikan di seminari menengah.
Karya
Ia mengucapkan kaul pertamanya pada 1 November 1907 dan disusul dengan kaul kekal pada 7 September 1910. Pada 29 September 1910, ia ditahbiskan menjadi Imam bersama dengan 56 orang teman sekelasnya.
Ia melanjutkan pendidikan dalam bidang Teologi di Sankt Gabriel, Wina, Austria-Hungaria. Sebagai seorang Misionaris, Leven ditugaskan ke Togo, sebuah wilayah di Afrika yang merupakan protektorat Jerman sejak 1884. Ia berlayar bersama empat orang rekannya dan tiba pada 10 Agustus 1911. Di Togo, ia bertugas dalam bidang pendidikan di sekolah-sekolah, termasuk pengaturan kurikulum hingga urusan keuangan dan bahan bangunan. Karena terjadinya Perang Dunia I, mereka kemudian dipenjarakan, dan kegiatan belajar mengajar di sekolah dihentikan. Pada 10 Oktober 1917, bersama seluruh misionaris Jerman, ia harus meninggalkan Togo.
Ia dipindahkan ke Freetown sebelum berlayar ke Inggris, dan ditahan di kamp penjara Alexandra Palace. Pada Desember 1917, ia sempat dipenjara di Liverpool sebelum dipindahkan ke Isle of Man. Ia baru dibebaskan pada 17 Mei 1918. Sekembalinya ke Jerman, Leven ditugaskan di sebuah Paroki di Stratum, sebuah kota dekat tempat kelahirannya sampai pada awal 1920.
Bertugas di Indonesia
Pada tahun 1919, ia mengajukan lamaran kepada Superior General SVD untuk dikirim ke Kepulauan Sunda Kecil, Indonesia. Saat itu, ia belum mengetahui secara persis seperti apa wilayah di sana. Pada 23 Oktober 1920, ia bertolak dari Rotterdam dan tiba di Tanjung Priok Jakarta pada 20 November 1920. Ia kemudian melanjutkan perjalan ke Flores dengan berlayar, dan tiba di Ende pada 11 Desember 1920. Selama di Ende, ia mempelajari Bahasa Melayu di Ndona. Di pusat keuskupan Ndona, ia bertemu Mgr. Arnold Verstraelen, SVD. yang sempat bermisi bersama di Togo. Oleh Mgr. Arnold Verstraelen, SVD. ia ditugaskan dalam bidang pendidikan di sekolah, seraya menjadi sebagai pastor pendidik di Halilulik, Timor sejak 22 Juli 1922.
Tugas penting lain yang dia pegang adalah menjadi Inspektur Sekolah (penilik) untuk sekolah misi di Timor dengan surat resmi dari pemerintah. Hal ini dijalaninya selama lima tahun sampai Juli 1927. Pasca kematian Pastor Yan van Cleef, Wakil Pro-vikaris dari Mgr. Arnold Verstraelen, SVD ia dipindahkan dari Timor ke Ndona pada 1 Agustus 1927 dan mengisi jabatan tersebut. Selama mengisi posisi tersebut, ia mengelola dan menyelenggarakan pendidikan di semua sekolah Katolik di Nusa Tenggara. Ia turut mengisi posisi Mgr. Arnold Verstraelen, SVD selama kunjungan ke luar negeri.
Selama masa ini, ia mengatur pelayanan misionaris yang tersebar di wilayah misi tersebut. Pasca kematian mendadak Mgr. Arnold Verstraelan, SVD pada 15 Maret 1932, Pater Heinrich Leven, SVD ditunjuk menjadi Administrator Apostolik. Selama mengisi kekosongan sebagai Administrator Apostolik, ia mampu mengorganisasi kegiatan harian Gereja.
Hal tersebut dilakukannya sampai ia kemudian ditunjuk menjadi Vikaris Apostolik pada 25 April 1933. Ia diberi gelar Uskup Tituler Arca di Armenia. Sebelumnya, pemerintah Belanda sempat keberatan dengan penunjukkan ini karena Pater Heinrich Leven, SVD berkewarganegaraan Jerman, sehingga Pemerintah Belanda kemudian menawari Pater Heinrich Leven, SVD sebagai warga negara Belanda.
Hal ini disetujuinya, sehingga proses kemudian dapat terus berlangsung. Pater Heinrich Leven, SVD saat itu dianggap tokoh yang agak kaku dan birokratis, berbeda dengan pendahulunya yang hidup dinamis dan kadang-kadang bahkan dicap sebagai ‘Prusia’.
Ia kemudian ditahbiskan pada 12 November 1933 di Uden, Belanda. Uskup Hertogenbosch, Arnold Frans Diepen menjadi Uskup Konskerator, dengan Uskup Ko-konsekrator adalah Uskup Breda, Pieter Adriaan Willem Hopmans dan Uskup Roermond, Jozef Hubrt Willem.
Sebagai Uskup, Mgr. Heinrich Leven SVD memilih moto “O Crux, ave, spes unica” (Salam O Salib, Harapan Satu-satunya). Dalam hal ini dinyatakan pengakuan iman bahwa Salib sebagai harapan satu-satunya baik untuk “yang saleh” maupun “yang salah”, karena Salib menjadi media rahmat pengampunan, sehingga menjadikan Salib lambang penebusan dan belas kasih.
Pada 3 Oktober 1934, Mgr. Heinrich Leven, SVD menjadi Uskup Ko-konsekrator bagi Mgr. Pieter Jan Willekens, SJ sebagai Uskup Tituler Zorava ketika diangkat menjadi Vikaris Apostolik Batavia.
Dalam bidang perkawinan, di mana adat Flores sangat berbeda dari aturan dasar Katolik, membuat sebagian orang yang baru dibaptis tidak siap untuk mengikuti aturan formal dalam agama baru mereka. Mgr. Heinrich Leven, SVD kemudian mengadakan sinode pada tahun 1935 di Ndona, sebagai upaya agar pernikahan adat diterima secara sah pula. Hal ini memberi ruang untuk pembangunan Gereja tanpa bahaya pengucilan dan ekskomunikasi.
Leven kemudian mendirikan serikat para suster Kongregasi Pengikut Yesus dalam Bahasa Latin : Congregatio Imitationis Jesu; CIJ) pada tanggal 25 Maret 1935 di Jopu, Ende, Flores. Hal ini didasari atas kondisi saat itu bahwa para wanita diperlakukan sebagai barang yang bisa diperdagangkan untuk kepentingan feodal dan golongan atas.
Berbagai penyakit baik fisik maupun psikis kemudian timbul akibat kondisi ini, namun juga tidak dapat dengan mudah mendapat penanganan, sehingga pada akhirnya kondisi masyarakat menjadi hidup dalam kemelaratan. Leven berharap melalui kongregasi ini martabat para wanita penderita serta kaum papa miskin dapat terangkat, sekaligus memberi pengajaran bagi mereka yang belum mengenal agama. Pendirian ini secara sah dilakukan setelah diterimanya 9 orang novis pada angkatan pertama pada tahun yang sama. Saat itu, Mgr. Heinrich Leven, SVD juga menyadari bantuan dari Eropa sulit diharapkan di tengah zaman malaise yang sedang berlangsung.
Pengunduran diri dan meninggal dunia
Pada 21 Juni 1950, Leven yang berusia 67 tahun mengundurkan diri sebagai Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil. Sebagai Vikaris Apostolik Emeritus, ia tetap memegang gelar Uskup Tituler Arca in Armenia hingga kemudian ia meninggal.
Dalam dua bulan pada tahun 1951, Mgr. Heinrich Leven, SVD menjadi Uskup Penahbis Utama bagi tiga orang uskup di wilayah sekitar Vikariat Apostolik Ende, yakni pada 25 April 1951 bagi Mgr. Gabriel Wilhelmus Manek, SVD, sebagai Vikaris Apostolik Larantuka bergelar Uskup Tituler Alinda, lalu bagi penerusnya, Mgr. Antoine Hubrt Thijssen, SVD sebagai Vikaris Apostolik Ende bergelar Uskup Tituler Nilopolis pada 3 Mei 1951, dan 10 hari kemudian bagi Mgr. Wilhelm Van Bekkum, SVD sebagai Vikaris Apostolik Ruteng bergelar Uskup Tituler Tigias. Pada 6 Agustus 1952, Mgr. Heinrich Leven, SVD juga menjadi Uskup Ko-konsekrator bagi Mgr. Frans Simons, SVD saat ditahbiskan menjadi Uskup Indore India.
Mgr. Heinrich Leven, SVD meninggal dunia pada 31 Januari 1953 di Steyl Belanda. Beberapa lembaga pendidikan dinamai untuknya, termasuk SD-SMP-SMA Katolik Henricus Leven, oleh para Suster Congregatio Imitationis Jesu (CIJ) yang terletak di beberapa daerah di Indonesia. (AL/ID)